Beranda > Korupsi, Kritik Kebijakan, Pendidikan > Menggugat Sistem Pendidikan Nasional Indonesia

Menggugat Sistem Pendidikan Nasional Indonesia

Entah apa yang salah dengan pendidikan Indonesia, kenapa sepertinya sistem pendidikan hanya jalan di tempat saja. Sementara pendidikan mejadi multiplier effek bagi seluruh segi kehidupan & kenegaraan. Pendidikan yang buruk akan menghasilkan SDM yang buruk yang bakal memimpin negeri, perusahaan, dll kelak. Tulisan ini tercetus dari kegelisahan penulis melihat segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kemajuan pendidikan di Indonesia.  

KETIKA SMA dulu, saya sangat terkagum sekali dengan kalimat yang dilontarkan pembina Upacara yang juga kepala sekolah kami pada upacara bendera yang rutin dilaksanakan setiap hari senin itu, beliau berujar “Dulu saya bersama banyak guru lainnya di Indonesia bangga sekali diundang menjadi guru tamu di Malaysia, dulu Malaysia  masih miskin guru jadi mereka mengimpor guru dari Indonesia, kala itu kita menjadi Pionir pendidikan di Asia Tenggara, menurut saya lama kelamaan sepertinya Malaysia pasti akan menjadi negara yang memiliki SDM tangguh, melihat fokus mereka pada dunia pendidikan”. Ternyata apa yang dikatakan Kepala Sekolah saya itu dulu benar menjadi kenyataan sekarang. Pendidikan di Indonesia lambat berkembang dan terkesan mengalami penurunan, bahkan sudah disalip oleh muridnya sendiri. 

Saya melihat semua kebijakan pendidikan yang diambil terlalu dipolitisir. Ganti menteri, gantilah kebijakan. Yang lebih saya heran lagi kenapa kebijakan yang diambil terkesan dipaksakan. Boleh kita lihat Kurikulum berbasis kompetensi yang digulirkan beberapa waktu lalu. Alhasil apa yang terjadi, hanya penambahan proyek saja. Buku-buku semuanya diganti, ada raja-raja kecil disetiap dinas pendidikan/sekolah yang memegang kendali proyek itu. Dampaknya sama sekali nihil bagi pendidikan Indonesia, malah merugikan bagi orang tua yang harus menambah biaya pendidikan anak. 

Apa sebenarnya biang keladi dibalik semua ini masih tanda tanya, apakah mental para guru Indonesia yang terlalu berpangku tangan pada statusnya sebagai PNS? Ternyata tidak juga, toh banyak sekolah swasta yang lebih bobrok dari sekolah negeri. Apakah hal ini juga yang menyebabkan menjamurnya Sekolah Nasional Plus di beberapa daerah yang notabene menggunakan kurikulum dari luar negeri. Pertanyaannya kembali adalah apakah kurikulum Indonesia tidak tepat, sehingga mereka menganggap remeh kurikulum tersebut meskipun sekolah tersebut berdiri di Tanah air Indonesia. Who knows?. Tapi menurut saya itu tidak ada korelasinya sama sekali, toh banyak pelajar Indonesia yang berasal dari SMU Negeri/Swasta di daerah yang masih menggunakan kapur tulis dan guru bantu yang masih honorer namun bisa menjuarai Olimpiade Dunia, mengalahkan jagoan-jagoan yang menggunakan kurikulum negara-negara maju yang diagung-agungkannya itu. Maka saya semakin yakin bahwa negara Indonesia kaya akan orang-orang cerdas, namun tidak dikelola dengan baik. Contoh nyata Profesor Nelson Tansu dari Medan menjadi Profesor termuda di Amerika Serikat sekarang ini. Siap sangka? Atau mungkin masih banyak orang Indonesia yang cerdas namun belum terekspos sekarang ini selain para pendekar Olimpiade Pelajar Dunia. 

Masalah mental adalah masalah bangsa, masalah kecerdasan adalah masalah derajat bangsa. Jika ingin menjadi negara maju, benahi dulu SDM-nya. Saya secara pribadi memiliki keyakinan bila pemerintah benar-benar fokus pada masalah pendidikan ini, minimal benar-benar bisa menjalankan amanat UUD 45 yang menetapkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% (tentunya tanpa korupsi), maka impian Indonesia menjadi Macan Asia (edisi literatur 70-an) atau menjadi negara terbesar ke lima dunia (edisi prediksi pakar ekonomi indonesia 2020) pasti akan segera tercapai.  

Demikian juga masalah klasik penyamarataan kualitas pendidikan melalui Ujian nasional (UN) yang menurut saya sama sekali tidak bisa mengukur kualitas sesorang, malah menjadi ajang kong-kalikong pimpinan dinas pendidikan/sekolah yang ingin sekolahnya dinilai bagus. Kasus penyelewengan ujian nasional yang tahun lalu terjadi di Medan sampai akhirnya membentuk Komunitas air mata guru sebagai contoh nyata yang dapat membuktikan bahawa Ujian Nasional hanya digunakan untuk mempercantik diri sendiri saja, bukan meningkatkan kualitas siswa. 

“Bila kamu jadi Presiden Apa yang kamu lakukan untuk pendidikan Indonesia?” Jika pertanyaan ini diajukan kepadaku maka dengan sederhana aku akan menjawab: Kupecat semua pejabat yang KKN. Jika KKN benar-benar bersih dari Dunia Pendidikan ku yakin pasti akan bermunculan orang-orang yang memang berkualitas tinggi di Indonesia tanpa harus menyogok untuk masuk sekolah unggulan, tanpa harus memkai Joki untuk lulus SPMB, tanpa memakai Joki untuk mengerjakan UAS, Skripsi, & Tesis. Tanpa ada Dosen yang memberi Nilai tembak (sembarangan memberi nilai, atau pilih-pilih berdasarkan kedekatan dengan si dosen). Pokoknya tanpa kong kalikong.

  1. Sarah
    November 1, 2007 pukul 8:00 am

    salam kenal bang harry.
    Benar apa yang dikatakan bang harry. Pendidikan di Indonesia tidak ubahnya seperti rolling coaster. yang berputar & bergerak, namun dijalur yang itu-itu juga. TIDAK ADA KEMAJUAN. Selama budaya Korup masih menjadi keseharian pejabat pemerintah selama itu pula pendididkan tidak bisa maju.

  2. Januari 7, 2008 pukul 11:30 am

    Bang Harry,

    Bicara tentang pendidikan di Indonesia, masalahnya terlalu banayak. membenahi pendidikan di negeri ini bagaikan menegakkan benang basah….kusut…
    Persoalan utamanya adalah, orang-orang yang menentukan perkembangan pendidikan di negeri ini adalah orang-orang yang tidak mengerti tentang pendidikan…menterinya saja akuntan…sehingga fokusnya hanya pada masalah dana BOS. Coba lihat dinas pendidikan di Propinsi dan Kabupaten…tidak ada satupun yang mengerti tentang pendidikan….Coba bayangkan kalau realisasi anggaran pendidikan benar-benar 20%, pasti semuanya masuk penjara karena mareka tidak tau uangnya mau dibuat apa selain di korupsi….Para pemimpin di negeri ini tidak sadar bahwa ‘pendidikan terlalu penting untuk diserahkan pada para amatiran’…..

    Harry: Thanks buat masukannya. Itulah masalah, the wrong man in the wrong place, hanya tuk bagi-bagi kue. tapi saya melihat ini adalah proses mengarah ke yang lebih baik, mudah-mudahan saja para elit semakin dewasa.

  3. surya_stie
    Januari 15, 2008 pukul 1:01 pm

    Pendidikan Indonesia itu, memang membingungkan !! masa’ kita disuruh belajar terlalu banyak,bagusnya itu semua dipermudah, bukan artian dipermudah untuk lulus ujian. dalam artian luaslah,,,

    sekian dari saya,,,
    tolong kirim komentar saja di E-MailKu,,

  4. diah
    Februari 16, 2008 pukul 5:53 am

    that’s right
    saya pernah denger hal semacam itu dan mungkin banyak orang yang berpikiran sama seperti bang hary tapi toh hanya bisa tersalur lewat tulisan atau bahkan hanya di pikir dan akhirnya sebagai orang pendidikan masuk juga ke “lubang” yang sama. Menurut saya tidak hanya KKN yang harus di tumpas ataupun perubahan sistem yang hanya ikut-ikutan. Manusia cerdas itu sebenarnya yang dibutuhkan. Orang yang tepat pada posisi yang tepat itulah yang seharusnya di terapkan. Bagi semua mahasiswa pendidikan: generasi muda itulah kunci perubahan Indonesia. Jangan mau dibentuk oleh pemikiran asing, bentuklah negara kita sendiri karena ini adalah negerimu.

    Harry: wah jarang saya ketemu orang yang semangat nasionalismenya seperti Diah ini. Aku yakin kalau semakin banyak orang-orang yang punya pemikiran seperti Diah, maka Indonesia akan bergerak cepat menjelma menjadi negara maju.

  5. April 5, 2008 pukul 2:47 am

    Kalau saya appara, kebetulan dalam LSM yang dimana saya bekerja, http://www.wviindonesia.org atau http://www.wvi.org bisa Apaara lihat, ada juga menangani pendidikan.Saya sendiri minimal milakukan di tingkat mikro. Memang akan sangat susah permasalah pendidikan kita saat ini. tetapi bukan tidak bisa bverubah… mari sama-sama melakukan sesuai porsi. Ada lewat tulisan, bahakan doa sekalipun.. Horasma

  6. April 7, 2008 pukul 8:55 am

    @ Santrov
    Saya yakin bisa berubah kok pra.
    saya pernah mendengar guyonan teman saya yang berkata:
    Orang Indonesia itu pintar-pintar dan berprestasi ketika kecil saja, lihat contohnya berbagai Olimpiade Sains yang dimenangkan anak-anak Indonesia, demikian juga kompetisi Bola anak dunia yang selalu mendapat prestasi, tapi prestasi itu hanya anak-anak saja, ketika dia besar, kenal duit, dan sistem, maka kepintaran itu hancur semuanya akibat KKN”
    Kalau saya pikir ada benarnya juga sih guyonan teman saya itu pra, yang salah di sistemnya, itulah yang perlu kita benahi bersama

  7. Tuwuh Rustantoro
    April 14, 2008 pukul 5:46 am

    Pendidikan kita terlalu sarat dengan nuasa politik.
    Kebijakan pendidikan kadang justru bertentangan dengan konsep esensi pendidikan.Sehingga terjadi malpraktek pendidikan. Pendidikan sudah meninggalkan konsep paedagogis maupun meninggalkan kaidah perkembangan psikologi perkembangan anak. akibatnya mutu pendidikan tidak jelas. Kalau dirasakan orientasi pendidikan hanya mengembangkan aspek kognisi, sedangkan pendidikan seharusnya mengembangkan juga aspek afeksi dan psikomotor.
    Juga nampaknya pemerintah kurang serius untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kapanpun pendidikan kalau tidak serius penangannya nggak bakalan maju-maju. Setuju nggak?

  8. Pelajar islam Indo;SMD
    April 17, 2008 pukul 3:27 pm

    pendidikan kita masih berkutat pada sistem nilai.padahal sistem nilai adalah sistem bekas ppenninggalan kolonial belanda,tapi anehnya ko kita malah menggunakan sebagai patokan dalam mengukur kemampuan peserta didik. apalagi nilai itu bisa dibeli.sudah berapa sich warga negara kita yang ketangkap basah membeli nilai dengan cara2 curang.
    sistem seperti ini yang ingin kita pertahankan??tanya kenapa???

  9. Harry Simbolon
    April 18, 2008 pukul 1:24 am

    @ Tuwuh Rustantoro
    Sepakat sekalai mas tuwuh. bisa kita lihat kualitas pelajar kita bisa sangat membanggakan terbukti dengan mendali olimpiade yang kontinue kita terima. Namun jika kita berbicara sistem belajar mengajar membuktikan bahwa pelajar2 itu bukanlah ciptaan sistem itu, tetapi karena kepintara individu mereka.

    @ Pelajar islam Indo;SMD
    Sepakat bung. Nilai itu sekaran gsangat relatif dan rentan dengan jual-beli. mulai dari SD s/d S2. Beginilah pendidikan kiita.

  10. Humbang Hasundutan
    Mei 6, 2008 pukul 11:56 am

    Kalau pak Harry jadi presiden, pilih aku jadi menteri pendidikan ya pak.

  11. Harry Simbolon
    Mei 8, 2008 pukul 2:08 am

    Siap lae. doakan saja.. he..he…
    Belum adakan orang batak jadi president…..
    tunggu tanggal maennya lae.

    Lae mau dikasi pos mentri apa?

  12. Lismawati Hansel - Sinaga
    Mei 10, 2008 pukul 7:25 pm

    Ito Harry,
    salam kenal dari jauh.
    Mau tanya aja, saya pikir orang seperti Ito sangat kami harapkan masukan masukannya dalam diskusi kami soal pakkat.
    Kami semua perantau Pakkat sangat prihatin melihat ketertinggalan daerah kami, walaupun kabupaten Taput sudah dimekarkan.

    Di web kami http://www.pakkatnews.wordpress.com bisa Ito lihat foto kondisi jalan jalan di Pakkat yang sudah seperti kubangan kerbau.
    Berkunjunglah Ito dan lihat sendiri…

    Wah…harusnya aku panggil Ito atau Tulang nih..soalnya mamaku boru Simbolon.

    horas,
    br.Sinaga

  13. Harry Simbolon
    Mei 11, 2008 pukul 12:58 am

    Jauhnya darimana ito?
    Terserah itolah manggil apa. tapi nanti kalau ito manggil Tulang, bisa bahaya nanti. kan bere sering bilang sama tulangnya: “tulang minta duit dong” he..he..

    Ok to, aku akan sering berkunjung kesana, dan kubuatkan link dari blogku ini.

    Mauliate

  14. Oktober 14, 2008 pukul 12:16 pm

    Horas Abang…..
    Bang, setelah membaca artikel di atas saya semakin tergerak untuk menggeluti dunia pendidikan dan memperdalamnya.
    Saya berencana melanjut program pascasarjana, saya lulusan sarjana pendidikan akuntansi di salah satu PTN di Medan.
    Rencana saya mengambil program studi Teknologi Pendidikan, kira2 bagaimana Bang???atau menurut pendapat Abang jurusan yang lain yang memungkinkan untuk saya ambil nanti….
    bagaimana bang???kutunggu balansanmu Bang di ando_gem@yahoo.com
    ok Bang…Thanks GBU!!!

  15. Januari 7, 2009 pukul 11:14 am

    assalamu’alaikum.wr.wb.
    pendidikan indonesia sangaatlah cenderung dengan pergantian menteri. setiap pergantian pemimpin pasti diikuti dengan pergantian kurikulum. harusnya kurikulum yang ada terus dikembangkan dengan baik oleh setiap penerusnya. jika memang kurikulum tsb suddah dianggap tidak baik, barulah bisa diganti dengan kurikulum yan baru.

  16. merina_doit
    April 10, 2009 pukul 9:24 am

    assalamu’alaikum Wr Wb

    pendidikan memang perlu dirombak…. jadi jangan itu-itu saja yang diperbaiki tapi semuanya. kita babat semuanya dari akarnya… oh ya masukan aja nich klo anda jadi presiden ntar…aamiin. perhatikan juga mutu mahasiswa pwndidikan. sebagai mahasiswa pendidikan yang masih duduk di semester 6 saya sangat miris melihat tema-teman mahasiswa. mau dibawa kemana peserta duduk nanti kalo calon-calon gurunya saja tidak tahu bahkan tidak mengenal etika pendidikan… walapyun korupsi sudah 0 %….insyaALLAH pasti bisa, tapi kalau calon pendidik masih kaya gini ya sulit pendidikan mau dimajukan. Ya to

  17. merina_doit
    April 10, 2009 pukul 9:26 am

    assalamu’alaikum Wr Wb

    pendidikan memang perlu dirombak…. jadi jangan itu-itu saja yang diperbaiki tapi semuanya. kita babat semuanya dari akarnya… oh ya masukan aja nich klo anda jadi presiden ntar…aamiin. perhatikan juga mutu mahasiswa pwndidikan. sebagai mahasiswa pendidikan yang masih duduk di semester 6 saya sangat miris melihat tema-teman mahasiswa. mau dibawa kemana peserta didik nanti kalo calon-calon gurunya saja tidak tahu bahkan tidak mengenal etika pendidikan… walapyun korupsi sudah 0 %….insyaALLAH pasti bisa, tapi kalau calon pendidik masih kaya gini ya sulit pendidikan mau dimajukan. Ya to???

  18. Februari 17, 2010 pukul 9:08 am

    sekolah ibarat kotak berdinding tebal yang memenggal kreatifitas dan insting siswa.
    mereka di bungkus dengan terget nilai-nilai (angka) sebagai tolak ukur kesuksesan seseorang.
    bagaimana dengan keyakinan, mental, dan kepribadian siswa yang berkembang sesuai insting dia?
    bisa di nilai dengan angka?

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke Ando Saragih Batalkan balasan