Beranda > Budaya, Change, Ekonomi, Korupsi, Sosial Politik > 100 Tahun Kebangkitan Nasional Momentum Kebangkitan Kaum Muda

100 Tahun Kebangkitan Nasional Momentum Kebangkitan Kaum Muda

Dua hari yang lalu saya takjub sekali ketika membaca berita di salah satu portal berita online, berita itu mengatakan bahwa seorang mahasiswa berusia 19 tahun di Universitas Oklahoma terpilih sebagai wali kota Muskogee, wilayah berpenduduk 38.000 jiwa di sebelah timur laut negara bagian Oklahoma – Amerika. Dari seluruh suara di daerah yang telah dihitung, John Tyler Hammons memenangi 70% suara, dan mengalahkan calon lain yang berusia lebih jauh dari dia.

Kekaguman saya ini pasti juga dirasakan banyak penduduk dunia lainnya yang mendengarnya. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa yang notabene masih belajar dan belum punya pengalaman pemerintahan dipilih masyarakat menjadi pemimpinnya. Sesuatu yang tidak masuk akal bagi banyak penduduk negara lainnya. Negara-negara barat termasuk Amerika sangat mengedepankan kompetensi dan kompetisi. Siapa yang merasa bisa, silahkan maju dan buktikan kepada publik. Kenyataannya hal ini terbukti dapat mengikis dikotomi kaum tua dan muda di sana. Berbeda halnya dengan Indonesia, budaya timur sangat mengakar di negara ini yang beranggapan bahwa orang tua selalu dituakan. Di Negeri ini orang tua tetap ditempatkan dalam posisi superior, padahal tidak selamanya orang tua lebih baik dari anak muda. Sebaliknya anak muda – seperti salah satu iklan komersil – selalu dianggap remeh dan dinomor duakan.

Reformulasi Kebangkitan Kaum Muda

Istilah hari kebangkitan merupakan tafsir terminologis sejarah yang melekat dalam setiap pergerakan. Kebangkitan muncul atau dimunculkan oleh momentum yang memaksa rasa kesadaran hadir meluruskan bentuk superioritas – kolonialisme atau imprealisme kebudayaan – terhadap kehidupan manusia, yang merugikan atau menodai eksistensi kemanusiaan. Kebangkitan tidak tergantung pada hukum kelahiran dan kematian, ia senantiasa dapat dihadirkan sebagai pisau tajam yang mengkritisi perjalanan sejarah, kapan dan dalam momentum apapun.

Sebagai sebuah manifestasi dari kebangkitan atas kesadaran meluruskan lorong waktu kehidupan, maka, kebangkitan dituntut untuk memberikan kontribusi pada penataan sistem kehidupan masyarakat yang mengarah pada semangat penegakan keadilan.

Di Negara ini Pemilu telah berulangkali dilakukan. Pergantian rezim telah dilaksanakan. Reformasi dan revolusi diwacanakan di tingkat publik. Tapi rakyat tetap sengsara dan kita tetap menyaksikan peristiwa-peristiwa itu. Kepada siapa problematika kehidupan ini akan dibebankan? Jawabannya tentu saja adalah semua rakyat Indonesia itu sendiri. Sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia, kaum muda harus bisa keluar dari jerat-jerat yang menyesatkan, dan membuat sebuah formasi baru bagi kehidupan berbangsa yang lebih baik.

Formasi kehidupan berbangsa yang lebih baik itu tidak akan tercipta jika hanya di teriakkan dalam slogan-slogan, atau dituliskan di spanduk-spanduk, atau hanya menjadi bahan diskusi di setiap forum diskusi, melainkan dalam kehidupan yang lebih nyata. Kebangkitan kaum muda juga bukan berarti harus menyatukan diri dengan berkumpul di lapangan luas kemudian berteriak serentak menggelorakan semangat kebangkitan; juga bukan dengan cara anarkis memacetkan jalan-jalan ibukota sehingga kehidupan ekonomi ibukota macet total. Kebangkitan nyata dari kaum muda berada dalam kesungguhan menggeluti bidang kehidupannya masing-masing.

Posisi kaum muda harus bisa masuk ke segala aspek kehidupan, lalu memberi warna baru kehidupan tersebut. Kaum muda harus ada yang jadi pejabat, politisi, pedagang, akademisi, guru, kyai, santri, mahasiswa, pendeta, pelajar, tentara, wartawan, penulis, dan semua bidang profesi. Kaum muda yang berhasil jadi pejabat, maka jadilah pejabat yang bisa menggunakan kekuasaan untuk melakukan perubahan, atau setidak-tidaknya menunjukkan cara kerja yang baik: tidak KKN, disiplin, dan taat pada aturan. Kaum muda yang jadi politisi, maka tunjukkan bagaimana menjadi politisi yang jujur dan tidak korupsi. Yang jadi akademisi menunjukkan bagaimana menjadi akademisi yang memiliki integritas keilmuan yang bertanggungjawab. Kaum muda yang menjadi ulama, maka menciptakan suasana kondusif bagi ummat dan tidak menggiring ummat ke dalam fitnah-fitnah yang keji. Dan seterusnya.

Saatnya Indonesia Bangkit

Prestasi pemuda Indonesia di kancah internasional bisa menjadi contoh nyata dari istilah kebangkitan itu. Prestasi itu sungguh memikau baik di olimpiade sains, kompetisi olahraga, maupun riset. Prestasi ini dapat membongkar stigma negatif yang selama ini terlanjur melekat bagi Indonsia. Kenyataan ini menandakan bahwa sebenarnya kaum muda Indonesia memiliki kualitas luar biasa bahkan mengungguli negara-negara barat. Beberapa prestasi ini menjadi alasan bagi banyak orang yang beranggapan bahwa Indonesia bisa jaya oleh pemuda. Bahkan seperti sudah menjadi keperacayaan bagi banyak orang bahwa sebenarnya bangsa Indonesia ini bisa maju jika dipimpin oleh kaum muda.

Namun prestasi internasional itu tidak sebanding dengan prestasi dalam negeri sendiri. Di negeri ini kaum muda masih diabaikan. Ongkos politik dan sosial untuk menjadi seorang pemimpin di Negara ini sunguh luar biasa besar, modal inilah yang belum dimiliki kaum muda Indonesia. Meski ada semangat yang berkobar dan patriotisme tinggi tapi masih belum mampu memuluskan jalan menjadi pemimipin. Lagipula budaya timur itu sangatlah susah dirubah, masyarakat indonesia masih sangat tidak percaya bila dipimpin oleh orang muda. Bilapun ada contoh kaum muda menjadi pemimpin di negeri ini bukanlah murni karena kompetensi yang dimilikinya tetapi karena faktor lain seperti ketampanan fisik, ketenaran, dan kekayaan. Keran kepemimpinan itu harus dibuka bagi kaum muda.

Fakta yang terjadi di Amerika itu, mungkin bisa membuka mata para pemimpin bangsa ini, bahwa tak selamanya yang tua lebih bagus, meski memiliki pengalaman, namun tak bisa menjustifikasi bahwa anak muda tidak punya semangat meraih pengalaman yang jauh lebih bagus lagi dari kaum tua itu. Kaum muda justru memiliki semangat besar dan energi tinggi untuk meraih mimpinya. Kaum muda punya keberanian (sesuatu yang tidak dimiliki pemimpin bangsa saat ini) mendobrak kebiasaan buruk yang menurut sebagian orang sudah menjadi budaya. Kaum muda punya nyali tinggi menghadapi kedzaliman. Dan kaum muda punya kemauan keras untuk belajar.

Masih teringat oleh kita 100 tahun yang lalu. Masa dimana Indonesia merasa itulah momen yang tepat menunjukkan kebangkitan bangsa ini dari penjajahan Belanda dengan berdirinya Budi Utomo. Siapa yang mengusungnya? Tokoh tua kah? Kita lihat juga saat bersejarah ketika seluruh pemuda Indonesia mengikrarkan sumpahnya tahun 1928 sehingga membuat penjajah kalang kabut. Siapa yang melakoninya, apakah kaum tua? Demikian juga kalau bukan para pemuda yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 mungkin sampai saat ini Indonesia masih menjadi bangsa terjajah. Kemudian siapa yang menggulingkan kediktatoran Orde Baru? Dan masih banyak sebenarnya bukti-bukti sejarah yang menunjukkan peran pemuda meraih kejayaan bangsa, namun sepertinya sederetan bukti itu tidak cukup bagi para elit untuk menempatkan pemuda sebagai human capital bagi negeri ini.

Indonesia adalah bangsa yang tidak pernah belajar dari sejarah. Pernyatan inilah yang akhirnya sering menjadi momok sekaligus tameng bagi setiap kegagalan yang dialami bangsa ini. Pertanyaan yang harus kita jawab bersama adalah kenapa kita tidak mau belajar dari sejarah? Melalui momentum sejarah 100 tahun kebangkitan nasional ini mudah-mudahan bisa membuka mata telinga kita bahwa banyak anak muda yang berpotensi diluar sana yang siap membangun bangsa ini, membuatnya menjadi bangsa yang besar dan disegani bangsa lain.

100 tahun sudah lah cukup bagi kita belajar dari sejarah bangsa ini. Sekaranglah momentumnya menunjukkan kembali kejayaan bangsa ini. Mari kita keluar dari keterpurukan pembenahan sistem internal bangsa ini yang tak kunjung usai. Mari kita bangkit dari perbudakan neo kapitalisme globalisasinya barat, merdeka dari segala belenggu regulasi internasional yang memaksa Indonesia terus membungkuk. Kinilah saatnya Indonesia bangkit.

Jika PricewaterhouseCoopers Internasional telah memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi lima negara besar dunia pada tahun 2050. Namun dugaan saya perkiraan itu jauh bisa dipercepat jika dari sekarang kaum muda dilibatkan dalam pembangunan bangsa.

  1. martina heppy hutapea
    Mei 22, 2008 pukul 7:58 am

    yup, setuju bgt bro…
    indonesia bisa…
    kaum muda bisa..
    thx 4 this article.

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar